Tradisi Labuhan Sarangan

Tradisi Larung Tumpeng Sesaji di Telaga Sarangan merupakan tradisi turun-temurun yang diwariskan dari nenek moyang yang harus dilestarikan. Menurut legenda yang diyakini oleh masyarakat sekitar Sarangan, bahwa tradisi larung sesaji ini berkaitan dengan mitos asal mula Telaga Sarangan. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan Telaga Sarangan dengan mitos-mitos yang legendaris serta kebudayaan masyarakat sekitar masih menjadi tradisi yang melekat hingga kini.

Hingga saat ini tradisi tersebut masih tetap dilaksanakan bahkan sudah menjadi agenda rutin tahunan wisata Kabupaten Magetan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang nampak begitu ramai, dimasa pandemi covid-19 yang melanda tradisi Larung Tumpeng Sesaji tahun ini diselenggarakan tanpa mengundang banyak kerumunan wisatawan guna menghindari persebaran covid-19. Meskipun tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya tidak mengurangi kesakralan prosesi Larung Tumpeng Sesaji Kali ini.

Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun sekali dengan perhitungan kalender Jawa setiap hari Jumat Pon di bulan Ruwah. Dimulai pada hari Kamis pagi prosesi penyembelihan kambing, dilanjutkan melakukan kegiatan kebersihan, syukuran di pulau yang berada di tengah Telaga Sarangan ditutup dengan syukuran di punden depan Hotel Kintamani.

Larung sesaji merupakan puncak upacara bersih desa masyarakat sekitar Telaga Sarangan. Selain itu tradisi ini juga dilakukan warga masyarakat Sarangan agar terhindar dari marabahaya dan bencana serta tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkahNya selama ini dan memohon pada Tuhan agar Telaga Sarangan tetap lestari dan warganya mendapatkan kemakmuran dan sejahtera.

Prosesi larung sesaji diawali dengan kirab tumpeng sesaji serta sayuran, buah-buahan dan hasil bumi sekitar Sarangan. Arak-arakan tumpeng dimulai dari depan Rumah Bu Nissa kurang lebih 200 m menuju panggung depan Hotel Kintamank. Upacara dipusatkan di pundhen desa, tepatnya di sebelah timur telaga. Di tempat ini pejabat Kabupaten Magetan, para perangkat desa, sesepuh dan tokoh masyarakat serta para warga masyarakat berkumpul untuk mengikuti prosesi. Setelah semua sesaji diterima oleh sesepuh desa, maka sesepuh desa membacakan doa dilanjut sesaji dibawa ke tengah telaga untuk dilarung. Dengan dilarungnya sesaji tersebut maka selesai sudah tradisi larung sesaji tersebut.(Diskominfo:pb.ys/dok.ys)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *