Methil, Tradisi Turun Temurun Sejak Nenek Moyang

#sobatkom

Tradisi methil adalah kegiatan berupa prosesi yang dilakukan oleh petani di Magetan sebelum mereka melaksanakan panen raya  padi. Seperti yang terdapat di Desa Terung Kecamatan Panekan. Minggu (11/7).

Pinisepuh Desa Terung, Mbah Kardi mengatakan, bahwa masyarakat di Dusun Terung ini masih melestarikan ritual “Methil”. Kenapa prosesi ini dinamakan methil karena “Mboyong Mbok Sri Saking Papan Kepanasan Mriki, Dipun Boyong Wonten Gedung Palereman “, yang artinya ‘papan kepanasan’ adalah sawah dan, ‘diboyong saking gedung palereman’ adalah berkat atau makanan yang dibuat acara methil itu dibawa pulang ke rumah oleh pemilik sawah,hal ini dimaksud agar mendapat berkah untuk keluarga, jelasnya.

Dalam prosesi methil di Desa Terung ini disediakan berbagai macam hidangan yang diberi nama “Jampi Suruh”. Jampi suruh secara filosifis berarti mengucapkan rasa syukur kepada sang pencipta dikarenakan  padi yang ada di sawah ini bisa panen besar dengan hasil yang bagus,  “Kunir Apu” artinya memohon ampunan kepada Allah, semoga Allah memberikan maafNya kepada pemilik sawah agar panennya sukses, uang Rp. 100,- artinya sebagai pertanda membasuh keringat didalam mengolah tanah sawah sehingga bisa panen, sedang Takir artinya saat mengerjakan atau mengolah tanah (sawah) agar pemilik sawah itu “Tatak, Tutuk, Tangguh” berani, sampai dan tangguh pemikirannya, ada juga Tigan Jawi (telur jawa) artinya yaitu pemilik sawah menghormati  leluhur tanah Jawa, dengan selanjutnya adanya syukuran atau sedekah.

Untuk syarat methil yaitu menyiapkan pisang satu “tangkep” (jw), jamu sirih, takir (jw) dan telur ayam kampung. Selanjutnya warga/petani mengelilingi sawah yang sudah panen dengan meletakkan sesaji disetiap sudut sawah yang dipanen.

(Diskominfo:pb.wan/dok.cup/fa2)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *