Kementerian Komunikasi dan Informatika Berupaya Menjaga Ruang Digital Tetap Kondusif Terutama Dalam Sektor Keuangan

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo (Dirjen Aptika), Semuel A. Pangerapan mendorong masyarakat waspada dengan mengenali modus pelaku penipuan online serta membiasakan diri melindungi data pribadi.

“Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering,” ujarnya dalam Webinar Beritasatu “Mewaspadai Jeratan Pinjaman Online Ilegal” dari Jakarta, Kamis (19/08/2021).

Semuel menjelaskan untuk modus pertama penipuan berupa phising dilakukan oleh oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email atau pesan teks. Oleh karena itu, apabila mengalami hal ini, masyarakat harus teliti membaca dengan benar dan melihat secara seksama isi dari SMS maupun email apakah benar pengirimnya berasal dari institusi asli.

Modus kedua, adalah phraming handphone, yakni penipuan dengan modus mengarahkan mangsanya kepada situs web palsu dimana entri domain name system yang ditekan/di-click korban akan tersimpan dalam bentuk cache.

Selanjtnya modus ketiga,  sniffing. Menurutnya Semuel, dengan modus itu, oknum pelaku akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara illegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Modus keempat, yakni money mule. Penipuan jenis ini dimisalkan seperti ada oknum yang meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain.

Yang terakhir adalah  modus social engineering. Ia menegaskan modus ini perlu diwaspadai agar tidak terjadi penipuan online.

“Jadi social engineering ini, pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tidak sadar memberikan informasi penting dan sensitif yang kita miliki. Pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya. Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga,” tandas Dirjen Aplikasi Informatika.

Semuel kemudian menjelaskan penipuan online bisa berlangsung karena dinamika penggunaan ruang digital yang kian marak. Menurutnya, aktivitas transaksi di ruang digital dapat menimbulkan seseorang melakukan tindak kejahatan berupa penipuan online.

“Bukan tanpa alasan, mengingat saat ini terdapat 202,6 juta pengguna internet di Indonesia. Ini angka yang sangat besar, yang aktif di sosial media ada 170 juta jiwa atau 87% menggunakan aplikasi jejaring pesan Whatsapp, 85% mengakses Instagram dan Facebook, dengan rerata penggunaan 8 jam 52 menit sehari. Jadi, ini melebihi batas waktu masyarakat kita berkomunikasi di ruang digital sehingga dapat memicu seseorang melakukan tindak kejahatan penipuan dengan memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan,” pungkasnya.(diskominfo/pb.ryz/dok.kemenkominfo/fa2)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *