Batik Ciprat Yang Tak Hanya Sekedar Karya Bagi Penyandang Disabilitas

MAGETAN – Para penyandang disabilitas di Desa Gebyog Kecamatan Karangrejo  yang tergabung dalam sheltaer workshop Bhagaskara terus melakukan inovasi dalam berkarya dengan menghadirkan batik ciprat yang dikombinasi dengan motif daun yang dilakukan dengan canting. Pengurus shelter Bhagaskara Ari Dwi Pamiantoro mengatakan, dibutuhkan waktu dan kesabaran yang tinggi untuk membimbing para disabilitas bisa menghasilkan karya batik yang bisa diterima khalayak ramai. “ Dibutuhkan kesabaran yang tinggi karena kita menyadari kemampuan mereka. Kalau ada ynag sampai bis amembuat pola dengan canting ini sudah sasuatu yang luar biasa,” ujarnya.

Ari menambahkan, kegiaan membatik bagi para disablitas merupakan kegiatan yang mengangkat moral mereka untuk bisa berinteraski dengan masyarakat. Karena dari kegiatan membatik para disabilitas akhirnya memiliki ketrampilan yang bisa menjadi jembatan untuk mensejajarkan mereka dengan masyarakat. “ Kalau dulu tidak banyak kegiatan yang bisa mereka lakukan, apalagi kebanyakan dari ornag tua ini tidak menyekolahkan mereka, bahan sebagian menyemebunyikan keberadaan mereka,” imbuhnya.

Dari sedikit kemampuan yang mereka miliki ternyata berpengaruh terhadap roda perekonomian para penyandang disablilitas yang tergabung dalam shelter workshop Bhagaskara di Des Gebyog Kecamatan Karangrejo. Dari 30 penyandang disabilitas yang tergabung di workshop saat ini sebagian  sudah bisa mandiri karena mampunyai penghasilan dari membatik. “ Bahkan sebagian menjadi tulang punggug keluarga karena orang tua mereka yang sudah renta dan tidak mampu bekerja,” kara Ari.

Inovasi Pengrajin Batk Ciprat Disabilitas di Desa Simbatan.

Bagi para penyandang disabilitas batik ciprat bukan hanya sekedar batik yang menghasilkan pendapatan ditengah keterbatasan mereka. Batik ciprat merupakan eksistensi mereka didalam bersosialisasi dengan masyarakat. Dengan batik ciprat mereka juga bisa mandiri bahkan menjad tulang punghung keluarga.

Deny pendamping para disabilitas di Desa Simbatan mengatakan, kreatifitas para disabilitas di Desa Simbatan tak hanya membuat batik ciprat langitan saja, namun ditengah pandemic virus corona mereka juga turut membantu dengan menyumbangkan sejumlah masker yang dibuat dari kain batik yang gagal produksi.  Banyaknya kain batik gagal produksi akhirnya dimanfaatkan para penyandang disabilitas untuk diproduksi menjadi masker. “ Sebelumnya kita juga beli masker untuk siswa, tapi akhirnya anak anak berinisiatif memanfaatkan kain batik yang salah pewarnaan menjadi masker,” kata Deny.

Selama 6 tahun keberadan produksi batik ciprat langitan di Desa Simbatan membuat  puluhan penyandang disabilitas di Desa Simbatan mampu mandiri. Sebagian siswa batik ciprat manabung dari hasilnya bekerja untuk membeli hewan ternak seperti  kambing hingga sapi. Hampir seluruh siswa batik ciprta langitan memiliki HP sendiri dan sebagian mampu membeli sepeda motor sendiri sebagai alat transportasi. Bahkan sejumlah  siswa yang telah mahir membuat batik ciprat akhirnya mampu berkarya mandiri dengan membuka produk batik ciprat sendiri.  “ Dengan batik ciprat langitan mereka sekarang bisa mandiri dan tidak dipandang sebelah mata lagi oleh masyarakat,” ucap Deny.

Banyaknya pesanan batik ciprat langitan membuat para penyandang disabilitas di Desa Simbatan terdongkrak penghasilannya. Endang (21) salah satu siswa yang rajin membuat corak baru batik langitan  mengaku bisa membeli sepeda  motor dari menyisihkan gajinya yang lebih dari 1 Juta rupiah perbulan . “ Motor bekas, dari gaji kerja disini. Setiap gajian nabung Rp 500.000 sama bunda,” katanya.(Diskominfo/kontrib.rif/fa2/IKP1)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *