Waspada omicron, ada dua karakteristik virus Covid-19 varian omicron yang membedakan dengan varian sebelumnya. Yang pertama adalah kecepatan daya tular yang lima kali lebih cepat dibanding dengan varian delta. Kedua, varian omicron tingkat keparahannya lebih rendah daripada varian delta, namun hal ini tidak bisa diabaikan begitu saja mengingat kecepatan daya tular jadi varian ini tetap berbahaya.
Sejak ditemukan pertama kali pada Kamis ( 16/12/2021), kasus varian omicron terus meningkat . Dilansir dari jatimprov.go.id, Laura Navika Yamani epidemiolog, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) mengungkapkan sejak varian omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, dalam kurun waktu satu minggu kasus Covid-19 disana mengalami peningkatan sebanyak dua hingga tiga kali lipat. Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa varian omicron perlu diwaspadai karena daya tularnya lima kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan varian delta sebelumnya.
“Virus Covid-19 varian delta daya tularnya tujuh kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan virus yang pertama kali muncul di Wuhan, sedangkan omicron lima kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan varian delta. Jadi bisa dibayangkan bagaimana berbahayanya varian omicron ini,” tambah Laura, di Surabaya, Senin (3/1/2022).
Sejak kasus Covid – 19 varian omicron di Indonesia pertama kali ditemukan pada Kamis (16/12/2021). Sejak saat itu, jumlah kasus varian omicron di Indonesia terus bertambah setiap harinya. Laura mengungkapkan, sejak varian omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, dalam kurun waktu satu minggu saja kasus Covid-19 disana mengalami peningkatan sebanyak dua hingga tiga kali lipat. Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa varian omicron perlu diwaspadai karena daya tularnya lima kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan varian delta sebelumnya.
“Virus Covid-19 varian delta daya tularnya tujuh kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan virus yang pertama kali muncul di Wuhan, sedangkan omicron lima kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan varian delta. Jadi bisa dibayangkan bagaimana berbahayanya varian omicron ini,” tambah Laura, di Surabaya, Senin (3/1/2022).
“Apabila tidak dibendung maka kasusnya akan semakin banyak dan mungkin bisa menyebabkan fasilitas kesehatan overload. Ketika fasilitas kesehatan penuh, maka penanganan pasien bisa terlambat sehingga keparahan penyakit pasien meningkat atau bahkan bisa menyebabkan kematian,” tegas Laura.
Lebih lanjut, Laura menjelaskan bahwa sebelumnya jika ingin mengetahui seseorang tertular virus Covid-19 varian yang mana maka harus menggunakan tes dengan metode Whole Genome Sequencing (WGS). Namun untuk saat ini, jika ingin mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus Covid-19 varian omicron maka harus menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan S Gene Target Failure (SGTF). “Jadi memang pemerintah telah menyiapkan metode tes terbaru yakni menggunakan PCR-SGTF agar deteksi kasus Covid-19 varian omicron bisa dilaksanakan dengan cepat,” tuturnya.
Laura kemudian melanjutkan bahwa dari hasil investigasi ditemukan bahwa terdapat penurunan efektifitas vaksin Covid-19, akan tetapi vaksin covid-19 masih bisa melawan varian omicron.
“Pada varian virus Covid-19 yang muncul pertama kali di Wuhan, vaksin Covid-19 memiliki efektivitas hingga 95% namun untuk melawan varian omicron ini efektivitas vaksin Covid-19 menurun dan hanya sebesar 50%. Peneliti masih terus melakukan investigas terkait hal ini,” ungkap Laura.
Terkait hal tersebut, Laura kemudian menghimbau kepada masyarakat agar tetap menerapkan 3 M dengan ketat. Selain itu masyarakat dihimbau untuk melakukan vaksinasi, karena vaksin Covid-19 masih efektif untuk melawan virus Covid-19 yang masuk ke tubuh. ( diskominfo/pub.fa2/dok.jatimprop.go.id/IKP1)