Tongkling, Seni Musik Pengikat Sejarah Asal Kabupaten Magetan
SobatKom, bicara perihal adat istiadat dan budaya yang ada di Kabupaten Magetan kurang lengkap rasanya jika tidak berbicara tentang kesenian musiknya. Bukan hanya memiliki kesenian Ledug (lesung dan bedug), ternyata Magetan juga punya kesenian bernamaTongkling yang belum banyak diketahui orang.
Istilah Tongkling berasal dari kentongan dan seruling. Kedua alat musik tradisional tersebut menjadi cikal bakal lahirnya kesenian musik Tongkling di Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan.
Konon, pada awal mula Dusun Wonomulyo (dulu Namanya Njeblog) terbentuk, kentongan digunakan sebagai alat komunikasi antar perangkat desa sekaligus sebagai alat pembasmi hama dan hewan buas yang pada saat itu masih sering muncul menyerang warga dusun.
“Dulu pamong/ perangkat desa kalau berkomunikasi sama masyarakat pakainya kentongan. Masyarakat Wonomulyo, para petani khususnya kalau mengamankan tanaman dari hama (babi hutan, kera, lutung, dan sebagainya) pakainya juga kentongan,” terang Supono salah satu sesepuh Dusun dan juga pemain musik Tongkling.
Jauh sebelum Dusun Wonomulyo banyak dihuni orang, tempat tersebut merupakan hutan belantara tempat di mana hewan buas dan jin tinggal.
Lebih lanjut, Darsono, salah satu pelestari kesenian Tongkling menuturkan kesenian musik Tongkling diawali dengan seruling yang sering digunakan oleh Eyang Ki Hajar Wonokoso sosok pendiri Dusun, untuk menaklukkan jin dan hama, yang acap menganggu kenyamanan warga.
“Setiap jam 12 malam nyuling kaleh ngidung (Setiap jam 12 malam memainkan seruling dan menyanyikan tembang jawa),” ungkap Darsono.
Tak ingin lepas dari akar budaya yang membawa Dusun mereka sampai pada titik kemakmuran seperti saat ini, Supono, Darsono, Saringat, dan Almarhum Jono berupaya melestarikan keberadaan alat musik yang digunakan oleh Eyang Ki Hajar Wonokoso dengan mendirikan sebuah grup bernama Tongkling Pringgowulung.
Kentongan dan seruling saat ini dikolaborasikan dengan beberapa alat musik lain yang terbuat dari bambu. Adapun alat musik tersebut di antaranya adalah kentong bonang, imbal, ketir, angklung, gitar bambu, bass bambu, ketipung dan alat musik pendukung lainnya.
Tidak hanya dikolaborasikan dengan alat music pendukung, dalam pertunjukan penuhnya Tongkling juga diselingi dengan narasi bagaimana Dusun Njeblog yang saat ini disebut debagai Wonomulyo ini dibabad oleh Eyang Ki hajar Wonokoso.
Waktu yang dibutuhkan untuk bisa menyaksikan pertunjukan penuh dari kesenian Tongkling ini lebih kurang adalah 30 s/d 40 menit. Hingga saat ini, Supono dan kawan-kawan yang tergabung dalam sebuah grup kesenian Tongkling Pringgowulung sudah berhasil menciptakan 5 lagu yang di antaranya adalah pencak pendowo, dolan wonomulyo, wonomulyo handayani, negeri di atas awan, dan wanawisata.
“Jadi sebenarnya seni musik Tongkling ini adalah seni musik pengikat sejarah. Dengan adanya seni musik Tongkling generasi yang sekarang bisa paham babad, awal mula adanya wonomulyo ini. Sejarah tersebut diikat dalam sebuah kesenian musik Tongkling. Setiap pertunjukan lengkap Tongkling, selalu diikuti dengan unsur sulingan, kidungan, dan narasi yang menceritakan babad dusun wonomulyo,” ujar Supono.