Hari ini, Senin (20/10) digelar rakor pengendalian harga beras di Kantor Badan Pangan Nasional secara luring dan diikuti oleh seluruh kepala daerah se- Indonesia secara daring. Rakor dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan yang menegaskan bahwa produksi beras nasional hingga November 2025 menunjukkan tren positif. Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, total produksi beras mencapai 33,19 juta ton, naik 12,62% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Dengan konsumsi nasional sebesar 28,37 juta ton, Indonesia mengalami surplus 4,82 juta ton, naik tajam lebih dari 300% dibanding tahun 2024. Kondisi ini menjadi landasan optimisme bahwa pasokan nasional cukup untuk menahan tekanan harga.
“Kita memiliki surplus beras terbesar dalam tiga tahun terakhir. Tantangan kita bukan di ketersediaan, melainkan bagaimana memastikan distribusi merata dan harga stabil sampai ke masyarakat,” tegas Menko Pangan.
Sementara dalam paparannya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan bahwa inflasi nasional pada September 2025 berada pada level 2,65%, tergolong rendah di antara negara-negara ASEAN. Namun, ia juga mengingatkan adanya 62 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras, termasuk Kabupaten Magetan dengan kenaikan 1,9% pada minggu ketiga Oktober.
Tito mengapresiasi kerja sama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) namun menekankan pentingnya aksi cepat di daerah.
“Deflasi beras di bulan September menjadi sinyal positif, namun kita tidak boleh lengah. Pengendalian harga harus berbasis data lapangan dan sinergi lintas instansi,” ujarnya.
Ia juga meminta pemda memperkuat Gerakan Pangan Murah (GPM) dan distribusi SPHP agar harga tetap terjangkau di wilayah yang masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kemudian Menteri Perdagangan dalam paparannya menyoroti bahwa harga beras, meski mulai menurun sejak pertengahan Oktober, masih berada di atas HET di 23 provinsi untuk beras medium dan 33 provinsi untuk beras premium.
Kemendag menyiapkan langkah strategis dengan memperkuat kolaborasi Perum BULOG, Dinas Perdagangan, Satgas Pangan, dan Kios Stabilisasi Pangan. Penyaluran beras SPHP diarahkan langsung ke pedagang pasar rakyat untuk memperpendek rantai pasok dan menekan harga eceran.
“Pasar rakyat harus kembali menjadi pusat stabilisasi. Penyaluran SPHP tidak boleh berhenti di gudang, tapi harus sampai ke pedagang yang berinteraksi langsung dengan masyarakat,” tegas Mendag.
Menteri Pertanian menambahkan bahwa berdasarkan data BPS, produksi beras nasional hingga September 2025 mencapai 33,18 juta ton, dengan stok cadangan pemerintah mencapai 4,2 juta ton, tertinggi dalam 57 tahun terakhir. Kementan menegaskan ketersediaan pangan aman, namun distribusi perlu lebih efisien agar tidak terjadi disparitas harga antar wilayah.
“Persoalan kita bukan kekurangan beras, tetapi ketimpangan distribusi antar daerah. Maka diperlukan sinkronisasi logistik antara BULOG, BUMD, dan pelaku usaha daerah,” ujar Menteri Pertanian.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) melaporkan pembentukan Satuan Tugas Pengendalian Harga Beras yang mulai bekerja sejak 13 Oktober 2025. Satgas melibatkan Kemendagri, Kementan, Kemendag, BULOG, POLRI, serta pemerintah daerah.
Langkah operasional dilakukan secara bertahap: mulai pengawasan langsung di 514 kabupaten/kota, operasi pasar beras SPHP dan premium, hingga pencabutan izin usaha bagi pelaku yang melanggar HET dan mutu.
“Pendekatan kita bukan hanya penegakan aturan, tapi juga pembinaan. Satgas akan memastikan harga beras kembali sesuai HET sambil menjaga kelancaran pasokan,” jelas Kepala Bapanas.
Untuk wilayah Jawa Timur, termasuk Magetan, pengawasan dilakukan di pasar-pasar utama dan gudang distribusi dengan menggandeng Satgas Pangan Polda Jatim serta Dinas Perdagangan.
Dalam rakor tersebut, Pemkab Magetan berkomitmen dalam menjaga stabilitas harga pangan. Melalui koordinasi dengan TPID, Bulog, dan Dinas Ketahanan Pangan, Magetan terus menggelar Gerakan Pangan Murah dan memperluas distribusi beras SPHP ke pasar tradisional.(Diskominfo:may / fa2 / IKP1)