Masih dalam rangkaian peringatan Hari Guru Nasional 2025, Founder sekaligus School Leader Erodio Indonesia, Monica Irayati, berbagi ilmunya sebagai narasumber di Seminar Akbar Motivasi Pendidikan bertajuk “Jangan Jadi Guru Biasa tapi Guru Hebat yang Bermartabat: Mengenal Hak dan Kewajiban”. GOR Ki Mageti, Rabu (05/11/25).
Dalam paparannya, Monica menekankan pentingnya membangun relasi sehat antar guru dan antara guru dengan murid melalui konsep ” Reciprocal Relational Learning” atau pembelajaran timbal balik. Ia menjelaskan bahwa prasyarat utama pembelajaran ini adalah adanya rasa saling percaya dan kesamaan nilai, dengan memusatkan seluruh proses pada kebutuhan anak.
“Relasi yang sehat antar guru dimulai dari keberanian untuk terbuka dan menunjukkan kerentanan. Guru harus melihat rekan sejawat bukan sebagai pesaing, melainkan sebagai mitra belajar,” ujar Monica.
Menurut hasil penelitiannya, tantangan terbesar dalam menerapkan pembelajaran timbal balik terletak pada struktur dan budaya sekolah yang hierarkis serta keterbatasan waktu akibat kesibukan. Namun, ia menegaskan bahwa efektivitas pembelajaran dapat tercapai melalui dialog informal, yang memungkinkan guru saling berbagi dengan jujur dan tanpa rasa takut.
Monica juga menyoroti pentingnya menciptakan rasa aman di lingkungan sekolah, baik secara fisik maupun psikologis. “Kita punya hak untuk merasa aman di lingkungan kita, dan kita juga punya kewajiban untuk memberikan rasa aman itu kepada orang lain,” tegasnya.
Di sesi interaktif, para guru kemudian menyebutkan hal-hal kecil yang mampu menumbuhkan rasa percaya di lingkungan kerja, di antaranya adalah saling menghargai, tersenyum, tidak menghakimi secara personal, serta mendengarkan pendapat tanpa mematahkan.
Monica menambahkan, nilai-nilai utama yang perlu dipegang seorang guru meliputi tanggung jawab, integritas, kejujuran, saling menghormati, dan memanusiakan manusia. Ia juga mengingatkan bahwa perubahan besar harus dimulai dari langkah kecil, termasuk membangun kultur kesetaraan dalam lingkup komunitas guru.
“Bayangkan jika pertemuan guru bukan sekadar ajang pelaporan, tetapi ruang aman untuk berbagi pendapat dengan jujur. Tidak perlu menunggu sistem berubah, mulailah dari rasa aman yang kita ciptakan,” pesannya.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam mendidik murid, guru tidak bisa berharap hasil yang instan. “Bisa jadi hasilnya baru terlihat tiga tahun kemudian. Yang penting, teruslah berdialog, membangun relasi, dan melakukan restitusi berbasis kesadaran anak,” pungkasnya.(Diskominfo:okt / fa2 / IKP1)









