Bidik Potensi Kopi Liar di Gung Lawu, Pemuda Sukowidi Panen Kopi Luwak dan Kopi Bajing Seng.
Sutoyo pemuda Desa Sukowidi, Panekan, bersama sejumlah anggota Karang Taruna Desa Sukowidi terlihat menyisir semak semak di kaki Gunung Lawu. Beberapa kali, mereka terlihat gembira mendapati gundukan biji kopi yang teronggok diantara semak belukar. ” Ya ini biji kopi yang paling terkenal, biji kopi luwak. Disini banyak sekali kita dapati,” ujarnya.
Setiap hari Minggu, anggota Karang taruna Desa Sukowidi memang menyisir sejumlah bukit di kaki Gunung Lawu, mereka mengumpulkan gundukan biji kopi, yang dikeluarkan hewan luwak pasca mengalami vermentasi di perut hewan nokturnal tersebut.
Berasal dari pohon-pohon kopi berada di salah satu petak perhutani, yang saat ini produktifitasnya mulai menurun, karena kalah oleh ketinggian pohon keras yang ditanam perhutani. ” Kopi ini ditanam masyarakat yang saat itu melakukan penghijauan pasca kebakaran besar tahun 2012 lalu. Mereka menanam pohon diselanya ditanami kopi. Hasilnya bisa dipetik masyarakat yang ikut merawat hutan. Namun karena pohon inti yang ditanam sudah besar membuat pohon kopi ini produktifitasnya mulai menurun karena kalah tinggi,” imbuhnya.
Karena habitat hewan luwak di lereng Gunung Lawu masih bagus, membuat tanaman kopi yang ada di lahan dengan luasan sekitar 20 hektar tersebut, menjadi lokasi mencari makan luwak, saat buah kopi matang. Warga sekitar kawasan tersebut kebanyakan hanya manfaatkan biji dari buah kopi yang matang di pohon, mereka belum mengetahui jika biji kopi yang dimakan luwak lebih mahal dibandingkan dari kopi yang berasal dari buah.
“Biasanya satu tumpuk biji kopi hasil vermentasi hewan luwak beratnya 1 sampai 2 gram. Kalau kering greenbean atau kopi yang belum disangrai bisa mencapai Rp 400.000 perkilogram,” ucapnya.
Dalam satu kali musim Sutoyo mengaku bisa mendapatkan 4 hingga 5 kilo kopi luwak. Dari sisi hasil, kopi luwak, dia mengaku tidak banyak, namun untuk pengembangan wisata kopi, menurutnya sangat membantu memperkenalkan potensi kopi dari Gunung Lawu.” Kita juga mengembangkan kopi Arabika yang tumbuh banyak disini, dimana biji kopi luwak yang tidak terambil ini akan tumbuh menjadi bijit kopi. Sekarang kita kembangkan di lahan seluas 3 hektar, untuk pengembangan wisata kopi yang kita rencanakan,” katanya.
Sambil mengedukasi warga, terkait kelestarian hewan luwak yang saat ini masih banyak diburu warga, Karang taruna Desa Sukowidi juga mulai mengenalkan produk kopi dari berbagai varian termasuk kopi luwak dan kopi bajing seng yang merupakan kopi yang dipilih hewan tupai atau bajing untuk dimakan. Pilihan kopi berkualitas yang kulitnya dimakan tupai tersebut, membuat kopi ini rasanya hampir sama dengan kopi luwak, dan juga mempunyai penggemar sendiri.” Selain kopi luwak kita kembangkan kopi siap saji bajing seng. Bedanya kopi luwak ada proses vermentasi di perut luwak kalau kopi bajeng seng ini kopinya dikumpulkan di bawah pohon kopi. Di kopi tupai ini, tidak ada vermentasi. Tapi kopi yang dimakan tupai ini pasti kopi terbaik juga,” pungkasnya.(Diskominfo / kontrib.skc / fa2 / IKP1)