Acungi Jempol, Kreasi Kades Taji Ciptakan Mesin Oksidasi Sampah Murah dan Minim Residu
Kreasi Sigit Supriyadi, Kepala Desa Taji, Kecamatan Karas dalam tehnologi tepat guna menciptakan “Mesin Oksidasi Sampah” patut diacungi jempol. Hasil kreasinya ini bisa mengatasi permasalahan sampah dengan sistem pembakaran, tapi dengan polusi dan residu yang minim. Tanpa listrik , blower dan bahan bakar.
Alat atau mesin ini-pun sudah dioperasikan dan dipergunakan untuk membakar sampah yang berasal dari Pondok Pesantren terbesar di Asia Tenggara, Al Fatah Temboro yang memiliki tiga puluh ribuan santri stay, ditambah lagi dengan sampah dari masyarakat sekitar. Dengan kapasitas 15 truk sampah untuk pengoperasian sehari semalam. Hanya membutuhkan kayu untuk 15 menit pembakaran pertama, lalu 1 jam kemudian diisi dengan sampah, hingga diakhir proses, sampah jadi residu berupa abu sebanyak 2 arko.
Keberhasilan Sigit ini mengantarkannya menjadi nara sumber di acara skala nasional Kemendes di Lampung, dan tentunya juga menarik perhatian beberapa pihak dari luar untuk mengadakan kunjungan, Bupati Probolinggo beserta rombongan pun pernah berkunjung kesini dan berkeinginan untuk dibuatkan sebanyak 3 unit. Dan hari ini rombongan dari Kabupaten Bantul, hadir ke Taji untuk secara langsung melihat mesin kreasi Supriyadi. Rabu, ( 26/7/23) . Roy Robert EB, AP,MM ketua rombongan menyatakan kunjungan ke taji karas ini untuk mencari informasi dan menimba ilmu karena TPA Piyungan kini sudah overload, dimana TPA tersebut mencakup wilayah Bantul, Sleman dan Kota Jogja, hingga Bupati bantul mengeluarkan SK Darurat Sampah, harapannya ada sesuatu dari taji yang bisa dibawa ke Bantul terkait pengolahan sampah disini.”
Dikesempatan yang sama Yok Sujarwadi, SSTP, Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan saat mendampingi kunjungan dari Rombongan Kabupaten bantul menyatakan, ” Sampah menjadi permasalahan yang harus segera ditangani, karya , Pak. Sigit bisa menjadi salah satu solusi untuk menangani permasalahan ini, dengan sistem pembakaran sampah diurai, dengan memakai alat yang tidak begitu membuat polusi udara karena hanya menghasilkan asap dan residu yang sedikit. Selain itu alat ini lebih murah jika dibandingkan dengan alat diluaran yang dipatok harganya sekitar 400-500 juta”, ungkap Yok(Diskominfo / pb.fa2 / dok.wan / fa2 / IKP1)