Bicara gunung Lawu, apa yang terbersit dipikiran Anda? Telaga Sarangan, jalur pendakian Cemoro Sewu atau bunga edelweis. Itu semua tentu tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan gunung di Kabupaten Magetan ini. Telaga Sarangan yang merupakan kawasan wisata ikonik. Cemoro Sewu yang menjadi pintu gerbang jalur pendakian ke puncak. Dan, bunga adelwais sudah menjadi tanaman ‘abadi’ yang tumbuh di sepanjang jalur pendakian.
Tapi ada yang terlupakan. Ya keberadaan burung jalak Lawu. Burung dengan bulu hitam kecoklatan ini bisa menjadi teman pendaki. Meski habitatnya masih liar, burung ini tidak gesit dan menjauh dari pendaki. Justru ada yang mendekat seolah mengajak untuk bermain. Ini yang bisa menjadi penghibur ditengah rasa letih para pendaki.
Berapa populasi burung dengan nama latin Turdus poliocephalus ini? Sejauh ini, belum ada lembaga berkompeten melakukan kajian seputar ekosistem jalak Lawu. Hanya saja, keberadaan jalak Lawu masih mudah dijumpai di sepanjang jakur pendakian.
Berbeda dengan jenis burung lainnya, jalak Lawu cenderung menyendiri. Tidak bergerombol. Makanannya cacing tanah yang menyelinap di bebatuan. Juga tumbuhan parasit yang tumbuh liar di pepohonan.
Terdapat dua teknik mengamati keberadaan Jalak Lawu. Pertama, jika cuaca cerah bisa melihat arah terbangnya. Kedua, jika cuaca berkabut, mesti dicermati suara pekikannya. Tak salah bila sebagian warga menyebut jalak Lawu burung sejuta kisah.
Untuk itu, kelestarian sudah menjadi tanggung jawab bersama. Para pendaki dihimbau untuk tidak merusak ekosistem jalak Lawu. Atau, bahkan berburu untuk kebutuhan komersial. “Yang pasti kami akan melestarikan jalak Lawu. Burung ini yang menjadi ikon gunung Lawu dan Magetan,” terang Joko Trihono kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Magetan.(diskominfo/cup/IKP1)