Kemendagri bersama pemerintah daerah dari seluruh Indonesia, serta lembaga pusat seperti BPS, Bapanas, Bulog, dan Kementerian Perdagangan, dll menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah secara virtual, Selasa ( 11/11/25).
Kabupaten Magetan mengikuti kegiatan tersebut secara daring, dari Ruang Jamuan Pendopo Surya Graha. Pertemuan ini menjadi forum krusial untuk mengevaluasi data inflasi terbaru dan menyelaraskan langkah strategis guna menjamin stabilitas harga pangan, faktor kunci yang menentukan keberlanjutan daya beli masyarakat dan akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI, Amalia Adininggar Widyasanti, memaparkan tinjauan data yang menjadi dasar intervensi daerah. Data menunjukkan bahwa Inflasi Tahun Kalender (y-to-d) per Oktober 2025 tercatat sebesar 2,10%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi Oktober pada tahun 2023-2024, mengindikasikan tekanan harga yang perlu diwaspadai.
BPS mengingatkan, secara historis, inflasi selalu terjadi pada bulan November dan Desember, dan biasanya inflasi Desember lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Komoditas utama yang mendominasi andil inflasi y-to-d pada Oktober 2025 di sejumlah provinsi adalah Emas Perhiasan, Cabai Merah, dan Beras. Tekanan harga ini semakin dipertegas dengan kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH) di beberapa provinsi pada Minggu ke-1 November 2025, di mana cabai merah menjadi penyumbang andil kenaikan terbesar.
Sektor pangan, terutama beras, menjadi fokus utama stabilisasi. Perum BULOG melaporkan posisi stok nasional yang kuat. Hingga hari pelaksanaan Rakor, Total Stok Beras nasional mencapai 3.920.119 Ton, terdiri dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 3.740.234 Ton.
Sejalan dengan itu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memaparkan realisasi masif program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Beras. Realisasi penyaluran SPHP dari Januari hingga 11 November 2025 telah mencapai 570.507 ton, atau 38,03% dari target 1,5 juta ton. Penyaluran ini didistribusikan secara masif melalui berbagai saluran, termasuk melalui Instansi Pemerintah/Gerakan Pangan Murah (GPM) dan pengecer di pasar rakyat. Bapanas menekankan pentingnya peran daerah untuk mengoptimalkan penyaluran agar harga beras tetap di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) di tingkat konsumen.
Di luar beras, komoditas yang rentan bergejolak seperti Cabai Merah Keriting (CMK) dan Minyak Goreng Rakyat juga mendapat perhatian khusus.Untuk komoditas cabai Bapanas mengambil langkah proaktif melalui rencana Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) untuk memotong rantai pasok dan menekan biaya logistik. Rencana FDP ini bertujuan memfasilitasi distribusi cabai, antara lain dari daerah sentra produksi seperti Magelang ke Riau, dan Kab. Tapanuli ke Padangsidempuan. Pemerintah daerah juga didorong untuk aktif mengadakan Gerakan Pangan Murah (GPM) cabai dengan atau tanpa subsidi untuk segera menurunkan harga di pasar.
Sementara untuk Minyak Goreng, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memfokuskan kepastian ketersediaan pasokan Minyak Goreng Rakyat (Minyakita) melalui kewajiban pasok domestik (DMO). Realisasi distribusi terus dipantau, dan Kemendag mencatat bahwa fluktuasi harga masih terjadi di beberapa wilayah, terutama di Indonesia Timur, menuntut komitmen konsisten dari produsen dan BUMN dalam menyalurkan pasokan ke pasar rakyat.
Rakor ini digelar untuk menjaga keberhasilan momentum Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III dan memastikan capaian positif di akhir tahun sangat bergantung pada kemampuan daerah mengendalikan inflasi. Sinergi data dari BPS, intervensi pasokan dari Bulog dan Bapanas, serta pengawasan harga dari Kemendag, harus diterjemahkan menjadi aksi nyata di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk meredam gejolak harga sebelum tekanan inflasi akhir tahun yang diperkirakan semakin membesar.(Diskominfo:may / fa2 / IKP1)



