Tradisi Galungan, Membangun Indonesia dari Pinggiran
Senin malam, ratusan warga Dusun Wonomulyo terlihat berjajar di sepanjang jalan menuju makam Ki Hajar Wonokoso. Beberapa di antara mereka nampak mengenakan pakaian adat. Lirih alunan tenkling terdengan memecah keheningan malam, mengiringi arak-arakan menuju makam Ki Hajar Wonokoso.
Malam itu, masyarakat Wonomulyo akan melangsungkan upacara adat Galungan, sebuah kearifan lokal yang menjadi bukti terciptanya persatuan dari semangat kemajemukan.
Tradisi Galungan di Dusun Wonomulyo diadakan setiap 7 bulan sekali, bertepatan dengan wuku Galungan pada kalender Jawa. Pelaksanaan tradisi Galungan di Dusun Wonomulyo digelar untuk memperingati Haul Ki Hajar Wonokoso, orang yang membabad Dusun Wonomulyo untuk kali pertama.
Saat perbedaan menjadi pintu masuk untuk hadirnya sebuah perpecahan, di Dusun ini perbedaan justeru menjadi sebuah tanda kekuatan. Acara adat ini diikuti oleh seluruh masyarakat Dusun Wonomulyo, baik yang beragama Islam, Budha, atau Hindhu.
Kerukunan dan kekompakan masyarakat Wonomulyo merupakan bukti, membangun Indonesia dari pinggiran melalui tradisi.
“Dengan semua ini kami bermakusud untuk melanjutkan perjuangan Beliau (Ki Hajar Wonokoso), kita bersama-sama membangun Indonesia dari pinggiran, khususnya dari desa,” tutur Pardi, Kepala Desa Genilangit, Senin (06/06).(Diskominfo/nin/fa2/IKP1)