Batik Ciprat Disabilitas Gebyok dan Sosok Dibaliknya

Batik Ciprat Disabilitas Gebyok dan Sosok Dibaliknya

“Mereka anak-anak istimewa dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka tapi kita bisa membaur seperti keluarga kita sendiri, kita akan merasa puas dan senang ketika hasil karya mereka dihargai banyak orang. Itu suatu kebanggaan bagi kami para pendamping,” ungkap Ari Dwi Pramiantoro salah seorang pendamping Disabilitas di Magetan.

Berawal dari profesinya sebagai seorang terapis anak berkebutuhan khusus, Ari membulatkan tekatnya untuk mendirikan sebuah komunitas Disabilitas di desanya, yakni Desa Gebyog Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan.

Kali pertama menjadi pendamping komunitas disabilitas, hanya ada dua orang yang mau didampinginya. Kedua orang tersebut dibina dan dibekali keterampilan membuat keset dan batik.

Ari memilih mengajari mereka membuat batik dengan motif ciprat. Hal itu karena secara teknik batik ciprat tidak memerlukan motif khusus layaknya yang harus dilakukan pada batik tulis.

“Secara teknik batik ciprat tanpa memerlukan motif desain khusus seperti batik tulis, dan dengan hanya menyiprat-nyipratkan lilin cair panas di kain mereka sudah bisa terbentuk motif batik Ciprat,” tuturnya pada saat diwawancarai Diskominfo Magetan, Senin (30/05).

Dari yang awalnya tidak mengenal sama sekali apa itu teknik membatik, memegang peralatan pun juga kaku, kini batik ciprat hasil karya komunitas disabilitas yang didampingi Ari dan teman-temannya telah menjadi sumber penghasilan tersendiri.

Bahkan batik-batik tersebut telah terjual sampai ke luar wilayah Magetan, mulai dari Probolinggo, Ibukota Jakarta sampaj ke luar Pulau Jawa. Batik ciprat disabilitas Gebyog dipasarkan dengan cara konvensional dan modern, yakni melalui media sosial dan market place.

Ari dan empat orang temannya masih terus mendampingi aktivitas pemasaran kain batik tersebut. Ke depannya disabilitas rungu wicara akan diajarkan terkait pemasaran berbasis media sosial. Itu dilakukan karena beberapa di antara mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan media sosial. Sampai saat ini ada sekitar 20 orang disabilitas dengan rentang usia 16 sampai dengan 30 tahun yang tergabung dalam komunitas disabilitas di Desa Gebyog.(Diskominfo/pb.nin/dok.rism/fa2/IKP1)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *