Rumah Joglo Mbah Aboe, Rumah Joglo Berusai Hampir 200 Tahun di Magetan

Tidak banyak rumah joglo yang tersisa di Kabupaten Magetan. Rumah Joglo milik Almarhum Aboe Soetomo dulunya merupakan kepala  di Desa Sumber Sawit merupakan salah satu rumah joglo tua yang memiliki kisah perjalanan rumah joglo di Magetan.  Menurut Nenek Mujirah istri dari almarhum Aboe Soetomo yang telah berusai 91 tahun, rumah joglo yang ditempatinya tersebut dulunya merupakan rumah milik lurah Roro Waru yang berada di daerah Saradan. “Dibelinya dari Lurah Roror Waru di daerah Saradan,” ujarnya Kamis (07/04/2022).

Rumah Joglo Kayu jati di tangan pemilik lama merupakan rumah peninggalan dari lurah roro waru yang telah berusai sekitar 110 tahun. Dibeli oleh Mbah Aboe Soetomo sekitar tahun 1960 an. Diperkirakan Rumah joglo yang dibeli oleh Aboe Soetomo berusia seitar 200 tahunan, terdiri dari 3 bagian, dimana bagunan rumah joglo ditempatkan di bagian paling depan sebagai rumah utama, sementara dua rumah lainnya difungsikan sebagai rumah tengah dan rumah belakang. “ Seingat saya disini sudah 60 tahun. Dulu tidak rata hanya dipahat, Rumah ini dimiliki mbah Roro Waru sudah berusia 110 tahun,” imbuh Mujirah.

Dulu untuk membawa rumah joglo tersebut dari wilayah Saradan membutuhkan perjuangan, karena masih minimnya alat angkut seperti mobil truk. Setelah diangkut dari Saradan dengan menggunakan truk, kayu bangunan rumah diturunkan di Desa Widoro kandang, karena belum adanya jalan yang bisa dilewati truk menuju Desa Sumber Sawit.  Untuk sampai di Desa Sumber sawit dibutuhkan ratusan orang untuk mengangkut. Untuk kembali membangun rumah yang memiliki tinggi sekitar 7 meter tersebut dibutuhkan waktu hingga 2 tahun sehingga kembali terbentuk menjadi rumah joglo yang megah.” Seingat saya dulu sampai di Widoro Kandang, kesininya diangkut orang orang. Lama untuk membangunnya, karena sampai 2 tahun baru selesai,” ucap Mujirah.

Tak hanya dibangun dari kayu jati yang berusia ratusan tahun, untuk membangun rumah joglo juga dibutuhkan syarat tertentu seperti memberi susuk emas. Susuk emas adalah menyisipkan kepingan emas pada bagian tiang utama rumah. Dengan syarat susuk emas memiliki tujuan  agar rumah joglo tersebut  memiliki estetika keanggunan dan kewibawaan serta memberikan rasa aman kepada penghuni rumah. “ Kata orang tua dulu kalau rumahnya kayu jati harus diberi, itu di purusan itu diantara tiang utama rumah, tapi ya nggak banyak hanya sebagai syarat saja,” kata Mujirah.

Saat ini rumah Joglo milik Mbah Aboe Soetomo masih berdiri dengan megah di Desa Sumber Sawit. Rumah tersebut menjadi saksi perjalanan pemerintahan Desa Sumber Sawit, karena pada jaman dahulu rumah kepala desa juga berfungsi sebagai kantor pemerintahan desa. Mbah Aboe Soetomo sendiri menjabat sebagai  kepala Desa Sumber Sawit selama 30 tahun. Hingga meninggal dia masih menjabat sebagai kepala desa. “Menjabatnya seingat saya 30 tahun karena sejak sakit saya menghadap ke pak Bupati minta berhenti, tetapi hanya ditunjuk perangkat desa untuk menggantikan. Sampai meninggal ya 30 tahun menjabat sebagai lurah,” jelas nenek Mujirah

Di rumah joglo milik nenek Mujirah juga terdapat penginggalan kentongan yang dulu difungsikan sebagai alat komunikasi jarak jauh  dan untuk pembertahuan hal penting kepada warga. Rumah Joglo Mbah Aboe Soetomo dulunya juga dilengkapi dengan gedogan atau kandang kuda sebagai tempat menambatkan kuda tunggangannya  yang diberi nama Rebo. Dari kisah warga, Kuda Rebo memiliki keterikatan batin yang kuat dengan pemiliknya. Rebo bisa kembali kerumah joglo jika peristiwa penting terjadi dengan pemiliknya mbah Aboe Soetomo. “ Kudanya itu memang bisa kembali sendiri ke rumah. Dulu pernah pulang sendiri karena mbah Aboe Soetomo dipanggil ke Kecamatan terus ke Magetan, kudanya pulang sendiri ke sini” Kenang Nenek Mujirah.

Bahkan ketika ada salah satu warga akan meninggal, Rebo jug amenangkap gelagat tersebut. Biasanya sebelum ada pemberitahun ada warga yang meninggal Rebo memperlihatan tanda tanda tidak nyaman dengan mengeluarkan bunyi seperti orang yang menderita demam. “ Seperti orang jawa ngruguh kitu, semalaman. Biasanya ditunggui sama mbah Aboe, saya juga pernah menunggui, saya elus biar tenang,” pungkas Mujirah.(Diskominfo/kontrib.rif/fa2/IKP1)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *